Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) memprediksi DKI Jakarta akan tenggelam pada 2030 nanti, atau sekitar 19 tahun dari sekarang. Ini sangat mungkin menjadi nyata bila amblasnya hampir 50% wilayah ibukota tidak diantisipasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ITB, laju penurunan tanah di Jakarta meningkat drastis dari 0,8cm per tahun kurun waktu 1982-1992 menjadi 18-26cm per tahun pada 2008, terutama di Jakarta Utara. Sayangnya, dii sinilah saya bersama keluarga tinggal. Tepatnya di Rawa Badak Selatan, Koja.
Kondisi alam ibukota telah mencapai titik kronis, lantaran minimnya daerah resapan. Menurut WALHI, tiap tahun Jakarta defisit air tanah sebanyak 66,6 juta meter kubik. Ini diperparah dengan turunnya sebanyak 2 milyah meter kubik air hujan per tahun. Dan, yang terserap hanya 36% saja, sisanya terbuang ke selokan dan sungai. Inilah yang menyebabkan banjir tak pernah teratasi. Pernah timbul tren lubang biopori, tapi kelatahan itu tak berlangsung laman.
Beberapa wilayah yang menurut WALHI terancam ambrol adalah jalan RE Martadinata, Tanjung Priok, Pademangan, Ancol, Kampung Bandan, Lodan dan Pasar Ikan Penjaringan di Jakarta Utara. Kemudian Pangeran Jayakarta, Sawah Besar dan Sudirman-Thamrin di Jakarta Pusat. Lalu Kawasan Industrial Pulogadung dan Jalan Raya Bogor di Jakarta Timur. Dan, Jalan Daan Mogot, Cengkareng dan Kamal Muara di Jakarta Barat. Sedangkan untuk Jakarta Selatan masih aman.
Hendaknya kita generasi muda ikut berpartisipasi melakukan apa yang kita bisa, seperti membuang sampah pada tempatnya, menampung air hujan untuk dipergunakan kembali dan memaksimalkan sisa tanah di depan atau belakang rumah kita untuk menanam pepohonan. Bila kita tidak beraksi dari sekarang, maka tinggal tunggu saatnya tanah yang kita pijak amblas dan Jakarta pun tenggelam.
sumber : http://mainmakanminum.blogspot.com/2011/11/2030-jakarta-tenggelam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar