Kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kepmendikbud) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencanangkan pendidikan anti korupsi di setiap jenjang pendidikan mulai tahun ajaran baru 2012 / 2013, pada Juli mendatang.
Menurut Muhammad Nuh, pendidikan anti korupsi tidak bisa ditawar lagi dan mulai tahun ajaran baru pada Juli nanti, secara serentak akan diberlakukan di seluruh lembaga pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini berdasarkan fakta bahwa Kepmendikbud bersama KPK telah menandatangani nota kesepahaman bersama (MoU) tentang kebijakan pendidikan anti korupsi.
Pendidikan anti korupsi merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belaja mengajar yang kritis terhadap nilai - nilai anti korupsi. Pendidikan anti korupsi tidak hanya sebagai media untuk mentransformasikan pengetahuan (kognitif), akan tetapi juga untuk menekankan pada upaya pembentukan (afektif) dan kesadaran moral dalam melawan segala bentuk perilaku menyimpang, khususnya korupsi.
Program pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang bermoral baik dan berperilaku anti koruptif. Sebab, dengan begitu maka mereka akan terhindar dari berbagai macam sikap dan perilaku koruptif. Bahkan, ketika mendengar korupsi saja mereka sudah alergi.
Jika kita perhatikan bersama, pendidikan yang akan diterapkan oleh Kepmendikbud mempunyai tujuan yang sangat baik bagi masa depan bangsa dan negara. Kita patut memberikan apresiasi yang lebih terhadap hal itu. Pendidikan ini diharapkan bisa menjadi solusi yang tepat untuk memberantas kasus korupsi.
Namun, perlu kita ketahui bersama, bahwasanya setiap lembaga pendidikan pasti mengajarkan pendidikan moral / agama yang lebih menekankan moralitas religius. Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga menengah ke atas kita semua sudah dijejali dengan pendidikan akhlak. Selain itu, sekolah - sekolah juga mengajarkan pendidikan kewarganegaraan yang mempelajari tentang tata cara dan etika yang benar dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Bahkan dalam pendidikan ini, para murid juga sudah dikenalkan berbagai macam undang - undang negara yang bisa dijadikan sebagai pedoman dan pandangan hidup.
Jika kita telaah bersama, tentunya materi - materi yang diberikan sekolah - sekolah ssudah cukup mewakili untuk membentuk karakter para muridnya. Semua itu tergantung pihak - pihak yang mengelola sekolah tersebut. Apabila mereka mampu mengatur dan mensiasatinya dengan baik, maka hasilnya juga akan baik, demikian pula sebaliknya. Namun pada kenyataannya, pendidikan yang diajarkan sekolah - sekolah belum berhasil dengan maksimal, hanya sebagian saja. Sebab, setelah dihadapkan dengan dunia pekerjaan, banyak diantara mereka yang kehilangan moral positifnya. Akibatnya, segala tindakan dan perilakunya tidak terkontrol dengan baik.
Jadi, apabila Kepmendikbud tetap bersikukuh untuk menerapkan gagasannya, maka hal itu hanya "sia - sia". Apalagi, pendidikan anti korupsi akan diterapkan sebagai kurikulum wajib. Maka hal itu bisa saja menjadi beban bagi para pelajar. Sebab, untuk menhadapai mata pelajaran yang termasuk dalam ujian nasional saja, mereka sudah kebingungan. Apapun pendidikan itu, akan tetapi pihak yang mengelola lembaga pendidikan tidak bisa berperan dengan baik, maka hal itu percuma saja.
Dari berbagai uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan anti korupsi kurang efektif apabila diterapkan di sekolah - sekolah. Oleh sebab itu, Kepmendikbud perlu melakukan kajian ulang yang lebih dalam terhadap gagasannya tersebut sebelum diterapkan. Masih banyak hal lebih penting yang harus dilakukan.
Jika kita melihat realita yang terjadi, korupsi sudah termasuk dalam "extra ordinary crime" (kejahatan luar biasa). Korupsi sudah menjadi budaya dan makanan keseharian bagi para pejabat negara sehingga sulit untuk diberantas. Saat ini, korupsi tidak hanya ada di pemerintahan, tetapi sudah terjadi di berbagai lini, termasuk di lembaga pendidikan.
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwasanya dana yang digunakan untuk pembangunan sekolah telah banyak dikorupsi. Salah satu contohnya adalah penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Sudah bukan rahasia lagi, pelaksanaan dana BOS telah banyak diselewengkan karena memberi kesempatan bagi kepala sekolah maupun para guru untuk melakukan korupsi. Sehingga, hal ini akan muncul anggapan bahwa dana untuk pendidikan anti korupsi bisa saja dikorupsi oleh mereka.
Maka dari itu, alangkah baiknya jika diberantas lebih dulu para koruptornya. Setelah itu, barulah pendidikan anti korupsi direalisasikan. Perlu formulasi yang tepat dan akurat untuk melaksanakannya. Akan lebih efektif jika pendidikan anti korupsi ini diberikan terlebih dahulu kepada para pendidik. Sebab, masih banyak guru di Indonesia yang melakukan korupsi. Dengan demikian, maka mereka akan mengetahui berbagai jenis korupsi dan hukumannya. Sehingga, mereka akan terhindar dari tindakan dan perilaku koruptif. Sebab, lembaga pendidikan tidak akan mengalami kemajuan jika masih dihuni oleh para koruptor.
Menurut Frans Magnes Suseno, "Ada tiga sikap moral fundamental yang dapat menghindarkan seseorang dari tindakan korupsi. Yaitu kejujuran, keadilan dan tanggung jawab". Ketiga sikap inilah yang akan melahirkan generasi yang baik, sehingga bisa dijadikan bekal ketika mereka memegang jabatan / kekuasaan.
Dari perkataan tersebut, secara jelas menunjukkan bahwa seorang guru harus memiliki sikap yang jujur, adil dan bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya. Sebab, jarang sekali guru yang memiliki karakter seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar