Senin, 24 Juni 2013

Sejarah Perbedaan Syiah dan Sunni

Diskusi tentang sejarah Syiah dan Sunni sampai hari ini menjadi diskusi tak berkesudahan, terkait dengan persoalan keyakinan, fikih, bahkan politik. Sering kali perdebatan dan saling tuduh terjadi lantaran sudut pandang yang bias.
Agar kita mendapatkan sudut pandang yang jernih tentang hal ini, tentu kita mesti menengok terlebih dahulu sejarah Syiah dan Sunni, terutama pada era kekhalifahan, di mana kedua sekte (aliran) itu lahir, bergesekan dan berdampingan.

Mungkin sering kita alami ketika hendak mendaftar di suatu situs atau forum tertentu, pada saat mengisikan data religion, lalu memilih muslim lantas kita akan dihadapkan pada pilihan apakah kita termasuk muslim sunni atau muslim syiah..
Rasanya sebagian besar agan-agan sekalian sudah tau harus memilih muslim yang mana. Tapi ane pikir tidak sedikit juga agan-agan yang bingung dengan pilihan itu karena tidak tau perbedaan diantara keduanya..
Nah jadi disini ane ingin coba berbagi sedikit ilmu dengan harapan dapat menambah pengetahuan agan-agan sekalian, jadi klo suatu saat ada orang nanya kita bisa jawab..

Sejarah Syiah dan Sunni Berawal dari Pertikaian

Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai sejarah Syiah dan Sunni maka perlu diketahui bahwa dikotomi Syiah dan Sunni tidak pernah ada sebelum peristiwa tahkim (arbitrase) pada abad ke-1 H, yaitu perundingan damai antara Ali bin Abi Thalib, yang saat itu menjabat sebagai khalifah ketiga, dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang mengklaim sebagai khalifah. Kedua sahabat tersebut bertikai, bahkan berperang, dan menemui titik temu pada peristiwa tahkim itu.
Sebagian pengikut Ali tidak sepakat dengan arbitrase ini. Mereka lalu keluar dari barisan pendukung dan membuat kelompok tersendiri yang kemudian dikenal dengan nama Khawarij, yang malah balik menentang Ali. Sedangkan sebagian lagi bersikap sebaliknya: mendukung penuh Ali. Kelompok ini lantas dinamai Syiah, yang artinya “para pengikut.” Adapun umat Islam yang lain, yang tidak masuk dalam kelompok pendukung maupun penentang, disebut kelompok Sunni. Khawarij punah seiring zaman, sementara dua sekte yang lain tetap hidup.
Pada sejarah Syiah dan Sunni selanjutnya, kedua sekte ini mengembangkan perbedaan-perbedaan mereka kepada ranah teologi (keyakinan), fikih, dan sikap politik. Kaum Sunni sepakat bahwa para Khalifah Yang Empat (khulafaur-rasyidin) adalah sah, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sementara, beberapa kelompok Syiah hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Menurut mereka, penerus sah kepemimpinan Muhammad Saw adalah Ali, lalu diteruskan kepada para imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt (keluarga Nabi Muhammad Saw).
Dalam sejarah politik Islam, Syiah menjadi oposan (penentang) utama kekhalifahan Dinasti Umayah (abad ke-1 -2 H) yang Sunni, karena dianggap memusuhi ahlul bayt yang dalam Syiah disucikan dan diagungkan. Ketika Dinasti Umayah runtuh, Syiah sempat mendapatkan kekuasaan ketika turut serta mendirikan kekhalifahan Dinasti Abassiyah pada pertengahan abad ke-2 H. Namun, beberapa lama kemudian, Syiah menjauh lagi dari kekuasaan.
Pada masa kekacauan pemerintahan Abassiyah, salah satu sekte Syiah, yaitu Ismailiyah (yang paling banyak dipermasalahkan oleh Sunni akibat keyakinannnya yang menyimpang) menguasai Mesir dan mendirikan kekhalifahan Dinasti Fathimiyah di sana pada 910 M. Dinasti ini sempat mendirikan sebuah universitas yang terkenal hingga kini, yaitu Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Setelah beberapa kurun, Fathimiyah runtuh dan Al-Azhar diambil alih oleh Sunni. Inilah gambaran singkat dan umum mengenai sejarah Syiah dan Sunni di masa Khilafah.

Aliran dan Mazhab dalam Syiah - Sejarah Syiah Dan Sunni

Terkait keyakinan Syiah tentang para “Imam yang suci”, ada beberapa aliran dalam hal ini. Ada yang menetapkan jumlah 12 untuk imam, yaitu aliran Syiah "itsna ‘asyari" (Syiah 12 imam), dan ini aliran yang paling populer. Ada juga yang menetapkan lima imam dan tujuh imam. Namun tidak semua aliran menentang keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar seperti yang dituduhkan. Aliran Zaidiyah misalnya, tetap mengakui kekhalifahan sebelum Ali.
Dalam bidang fikih (hukum), Syiah dan Sunni memiliki banyak perberbedaan karena metode ushul fikih (kaidah penggalian hukum) yang berbeda, terutama karena Syiah menjadikan pendapat imam sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan, Sunni hanya membatasi sumber hukum Islam pada Al-Quran, Hadits, Ijma (kesepakatan), dan qiyas (analogi). Namun, ada satu mazhab fikih Syiah yang diakui oleh golongan Sunni, yaitu mazhab Ja’fari, hingga dikatakan sebagai “mazhab kelima” setelah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Keempat mazhab ini beraliran Sunni. Inilah sejarah Syiah dan Sunni yang berkaitan dengan madzab.

Peran Khilafah dalam Sejarah Syiah Dan Sunni

Khilafah adalah bentuk pemerintahan Islam yang mampu menciptakan suasana aman, damai dan tentram bagi rakyatnya terutama bagi Sunni dan Syiah. Setiap warga negara baik Islam maupun non-muslim dapat hidup secara berdampingan tanpa ada unsur pertikaian dan perpecahan, salah satu buktinya adalah ketika Islam berkuasa di Andalusia (Spanyol). Sejarah Syiah dan Sunni dalam naungan khilafah tidak seburuk yang terjadi di masa sekarang.
Ada banyak sejarah Syiah dan Sunni yang berkaitan dengan madzab yang menunjukkan bahwa memang terjadi keharmonisan dan keselarasan di antara mereka contonya adalah apa yang terjadi di Kufah, Yaman dan wilayah khilafah lainnya. Mereka dapat hidup berdampingan dalam sebuah masyarakat Islam, walaupun ada perbedaan namun perbedaan itu tidak memunculkan sikap ahsobiyah (fanatik golongan berlebih).
Kebijakan khilafah yang adil dan tidak pandang bulu kepada satu golongan tersebut, di antara kebijakan khalifah yaitu :
1. Khalifah tidak akan melarang sebuah pendapat atau pemikiran Islami yang bersumber dari dalil-dalil Islam (al Qur’an, Hadist, Ijmak dan Qiyas). Namun bila pendapat dan pemikiran dari sebuah golongan sudah menyalahi Islam maka kahlifah berhak melarangnya. Apalagi pendapat dan pemikiran tersebut menyalahi hal yang pokok dalam agama ini, yaitu keimanan atau akidah. Bila ada golongan yang pendiriannya lemah namun tetap bersumber dari dalil Islam maka khalifah akan membiarkannya tanpa ada larangan sedikit pun. Bahkan dalam sejarah golongan yang tidak sepemahaman dengan khalifah mendapatkan beberapa jabatan penting dalam khilafah.
2. Golongan yang sudah tidak memiliki akidah Islam sesuai ajaran Rasulullah Saw maka akan dijatuhi sanksi sebagai orang yang telah kuluar dari agam Islam atau disebut murtad. Khalifah akan melakukan dakwah terlebih dahulu kepada golongan sesat ini agar kembali kepada ajaran yang benar, mereka akan diberikan waktu untuk merenungi kesalahan dan kesesatan mereka agar dapat bertobat. Namun apabila mereka tetap kukuh dalam kesesatannya maka khalifah akan memberikan sanksi tegas kepada mereka berdasarkan sunnah Rasulullah Saw.
3. Khalifah akan memberikan sanksi yang tegas kepada golongan yang berkeinginan untuk memberontak, mengkudeta, memecah belah umat, atau melakukan kerjasama jahat dengan kafir yang memerangi Islam. Golongan ini akan diberikan sanksi berat berdasarkan ijtihad khalifah atau qodhi. Hal dilakukan agar persatuan dan kesatuan serta kemanan khilafah dapat terjaga dari serangan dari dalam negeri maupun luar negeri. Sebagaiman sabda Rasulullah Saw : “Siapa saja yang datang kepada kalian, sementara urusan kalian berkumpul di tangan seseorang (Khalifah), kemudian dia hendak merobek kesatuan kalian dan memecah-belah jamaah kalian, maka bunuhlah.” (HR Muslim).
4. Pendidikan yang berasaskan Islam akan terus dijalankan pemerintah dengan serius dan dengan kualitas terbaik dengan biaya murah bahkan diutamakan gratis. Pendidikan merupakan hak setiap warga negara baik muslim maupun non-muslim. Pendidikan khilafah akan memberikan dasar akidah yang kuat dan memberikan tsaqofah Islam yang luas kepada pelajar serta memberikan ilmu pengetahuan sains dan teknologi yang maju. Persatuan dan kesatuan umat akan menjadi materi yang diajarkan secara mendalam dan membekas kepada setiap pelajar sebagai upaya menajaga khilafah dari perpecahan dan keruntuhan. Umat Islam dapat bersatu karena keimanan mereka kepada Allah Swt. Dan Allah Swt saja yang dapat memberikan kesatuan dalam hari umat Islam sebagaimana firman-Nya :
“Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Anfal [8]: 63)
Dari empat poin di atas maka khalifah adalah pengayom, penjaga dan pemelihara umat. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
“Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya” (HR Muslim).
“Imam (Khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Sejarah Syiah Dan Sunni Hari Ini

Akibat perbedaan mendasar dalam banyak hal, kedua sekte ini tetap hidup masing-masing hingga kini. Pengikut Sunni meliputi mayoritas umat Islam di seluruh dunia Islam. Sedangkan, penganut Syiah terkonsentrasi di Irak dan Iran. Bahkan di Iran, Syiah mendirikan negara sendiri berdasarkan teologi dan fikih Syiah sejak Revolusi Iran tahun 1979.
Hingga saat ini, kedua sekte mengembangkan pemikiran keagamaannya masing-masing, meski ada beberapa upaya untuk mendekatkan pemikiran Sunni dan Syiah. Dari paparan di atas maka dapat ditarik kesimpulah bahwa khilafahlah yang akan kembali membuat sejarah Syiah dan Sunni menjadi kembali berdampingan dan harmonis.


Apa perbedaan antara Sunni dan Syiah?

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Sunni dengan Syiah dianggap sekedar dalam masalahperbedaan Furu’iyah (cabang-cabang agama), seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.
Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan?
Oleh karena itu, disaat Sunni bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah. Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah. Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.
Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah. Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.
Rukun Iman syiah berbeda dengan rukun Iman sunni, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitabhadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an sunni.
Apabila ada dari ulama syiah yang mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.Sehingga kerapkali ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah adalah satu agama tersendiri.

Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Sunni dan Syiah

Ahlussunnah : Rukun Islam sunni ada 5:
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
Syiah : Rukun Islam Syiah juga ada 5 tapi berbeda:
a) As-Sholah
b) As-Shoum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al wilayah
Ahlussunnah : Rukun Iman sunni ada 6:
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
c) Iman kepada Kitab-kitab Nya
d) Iman kepada Rasul Nya
e) Iman kepada Yaumil Akhir/hari kiamat
f) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Syiah : Rukun Iman Syiah ada 5:
a) At-Tauhid
b) An Nubuwwah
c) Al Imamah
d) Al Adlu
e) Al Ma’ad
Ahlussunnah : Dua kalimat syahadat
Syiah : Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam syiah.
Ahlussunnah : Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.
Syiah : Percaya kepada dua belas imam-imam syiah, termasuk rukun iman. Karenanya orang yang tidak beriman kepada dua belas imam syiah dianggap sesat
Ahlussunnah : Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :
a) Abu Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali
Syiah : Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Ahlussunnah : Para sahabat adalah golongan yang mulia dan tidak boleh dicaci
Syiah : Syiah berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.
Ahlussunnah : Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati. Beliau adalah Ummul Mu’minin.
Syiah : Siti Aisyah difitnah dan dikafirkan.
Ahlussunnah : Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah :
a) Bukhari
b) Muslim
c) Abu Daud
d) Turmudzi
e) Ibnu Majah
f) An Nasa’i
(kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana).
Syiah : Kitab-kitab Syiah ada empat :
a) Al Kaafi
b) Al Istibshor
c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih
d) Att Tahdziib
(Kitab-kitab tersebut tidak beredar).
Ahlussunnah : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Syiah : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.
Ahlussunnah : Mut’ah (nikah kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
Syiah : Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal
Ahlussunnah : Khamer/arak tidak suci.
Syiah : Khamer/arak suci.
Ahlussunnah : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
Syiah : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.
Ahlussunnah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.
Syiah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.
Ahlussunnah : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.
Syiah : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/batal shalatnya.
Ahlussunnah : Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.
Syiah : Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun. Jadi seringkali kaum syiah shalat tiga kali sehari.
Ahlussunnah : Shalat Dhuha disunnahkan.
Syiah : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.
Demikian telah dituliskan beberapa perbedaan antara aqidah Sunni dan aqidah Syiah. Harapannya semoga agan dapat memahami benar-benar perbedaan tersebut dan jadi tergerak untuk mempelajari lebih jauh lagi. Selanjutnya agan sendiri yang mengambil keputusan dan sikap.
Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/dasar agama)

Sumber :  http://id.wikipedia.org
               http://www.anneahira.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer