Senin, 13 Februari 2012

Peradaban Indonesia Sudah Maju Pada 4.700 SM

Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat (Antara/ Agus Bebeng)
Penelitian bencana purba yang dilakukan Tim Katastrofi Purba berujung pada penemuan kunci rahasia peradaban kuno Indonesia yang terpendam di dalam tanah. Apa kaitan bencana dengan peradaban purba? Koordinator tim sekaligus, Staf Khusus Kepresidenan bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief mengatakan, berdasarkan hasil penelitian di Banda Aceh, Batujaya, dan Trowulan, terlihat adanya keterkaitan antara sejarah peradaban dan bencana alam.
“Apabila masyarakat tahu tentang bencana masa lalu yang pernah menghancurkan negerinya seperti kejadian tsunami Aceh pada Abad ke-14 dan 15 maka tidak akan terjadi banyak korban seperti (tsunami) pada tahun 2004 yang banyak disebabkan oleh ketidaktahuan ini,” kata dia, dalam hasil sarasehan yang diterima VIVAnews.com, Senin 13 Februari 2012.
Sarasehan bertajuk “Mengungkap Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional” itu dilaksanakan di Gedung Krida Bhakti, Sekretariat Negara, pada 7 Febuari 2012 lalu.
Hasilnya, seperti disampaikan oleh anggota Tim dua geolog kawakan Dr Danny Hilman dan Dr Andang Bachtiar yang lalu diteruskan oleh Andi Arief kepada VIVAnews, terkuak adanya kearifan purba, terkait antisipasi bencana akibat guncangan gempa. Misalnya, apa yang terlihat di situs Gunung Padang.
“Adanya hamparan pasir di kedalaman 3-5 meter di bawah Situs bagian atas boleh jadi merupakan warisan ‘kearifan masa lalu’ dalam mengantisipasi bencana akibat guncangan gempa,” kata Andi. Untuk diketahui, lokasi situs sangat dekat dengan Patahan Cimandiri.
Lebih jauh lagi, ia menambahkan, situs sejarah yang dianggap banyak arkeologi penelitiannya sudah ’selesai’ seperti Trowulan ternyata masih menyimpan banyak misteri sejarah yang terpendam di bawahnya.  “Hal itu hanya dapat terkuak oleh metoda “arkeo-geologi”,” kata dia.
Demikian juga banyak situs yang terlihat menyembul hanya beberapa meter di permukaan dan oleh para ahli arkeologi hanya dikuak 1-2 meter saja ternyata menyimpan tubuh bangunan sampai kedalaman 15 meter bahkan lebih. Yang  mungkin menyimpan misteri sejarah peradaban kuno yang berlapis-lapis.
Kembali ke Gunung Padang, Andi mengatakan, situs itu tidak sesederhana yang diketahui orang kebanyakan, tak sekedar tumpukan batu purba zaman Megalitikum. “Tapi sangat luar biasa.  Di bawah situs yang terlihat di puncak bukit ternyata ada struktur bangunan, paling tidak, sampai kedalaman 20 meter dari puncak seperti yang terlihat dari geolistrik dan georadar dan sudah diverifikasi oleh data pemboran,” kata dia.
Dari data geolistrik, diduga kuat bahwa struktur bangunan ini sampai memenuhi seluruh bukit. “Dari puncak hingga level tempat parkir, atau kurang lebih 100 meter tingginya.” Hasil penelitian sementara Gunung Padang, Andi Arief menambahkan, menunjukkan bahwa peradaban Indonesia pada masa 4.700 Sebelum Masehi sudah demikian tinggi. “Ini adalah bukti nyata yang pertamakalinya ditemukan di Indonesia.  Hal ini diharapkan menjadi pionir untuk menguak masa prasejarah Indonesia yang selalu diasumsikan primitif itu oleh banyak orang termasuk para ahli arkeologi.”
Temuan di Gunung Padang juga sejalan dengan hasil riset ahli genetika, Stephen Oppenheimer bahwa Bangsa Nusantara sejak sebelum 10.000 tahun lalu merupakan pusat teknologi pertanian, peternakan, dan pelayaran untuk wilayah Asia-Pasifik, dan bahkan dunia.
Selain Gunung Padang, tim juga menemukan anomali di Gunung Sadahurip atau Gunung Putri. Bahwa apa yang nampak sebagai gunung atau bukit alami sejatinya diduga sebagai bangunan buatan manusia. “Ada kesamaan karakter dan geometri dari struktur resistivity Gunung Sadahurip dan Gunung Padang, selain banyak fenomena unik di Sadahurip yang sukar untuk dijelaskan oleh proses dan bentukan geologi,” kata Andi Arief.
Hasil geolistrik superstring menunjukan, ada kesamaaan pola struktur umum antara Sadahurip dan Gunung Padang: bagian atasnya ‘bertopi merah”, di bawahnya si biru yang di alasi oleh cawan merah.  “Oleh karena itu penelitian di sadahurip perlu dilanjutkan ke pengeboran untuk memperoleh hasil yang baik,” kata Andi Arief. |viva|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer