“Ada banyak versi tentang Atlantis,
Edgar Cayce bilang bahwa Lemuria itu nama benuanya, dan Atlantis itu
nama negaranya (diperkirakan eksis 24.000 – 10.000 SM.) Negara
Atlantis itu terbagi dalam beberapa daerah atau pulau atau kalau
sekarang istilahnya mungkin provinsi atau negara bagian. Daerah
kekuasaan Atlantis terbentang dari sebelah barat Amerika sekarang sampai
ke Indonesia. Atlantis menurut para ahli terkena bencana alam besar
paling sedikit 3 kali sehingga menenggelamkan negara itu.
Jadi, kemungkinan besar Atlantis itu
tenggelam tidak sekaligus, tetapi perlahan-lahan, dan terakhir yang
meluluh lantakkan negara itu terjadi sekitar tahun 10.000 SM. Pada masa
itu es di kutub mencair dan menenggelamkan negara itu. Terjadi banjir
besar yang dahsyat, dan penduduk Atlantis pun mengungsi ke
dataran-dataran yang lebih tinggi yang tidak tenggelam oleh bencana
tersebut. Itulah sebabnya di beberapa kebudayaan mulai dari timur sampai
barat, terdapat mitos-mitos yang sejenis dengan kisah perahu Nabi Nuh.
Kemungkinan besar karena memang mereka
berasal dari satu kebudayaan dan tempat yang sama. Mereka mengungsi ke
daerah yang sekarang kita kenal dengan Amerika, India, Eropa, Australia,
Cina, dan Timur Tengah. Mereka membawa ilmu pengetahuan-teknologi dan
kebudayaan Atlantis ke daerah yang baru.”
Di kalangan para Spiritualis, termasuk
Madame Blavitszki — pendiri Teosofi — yang mengklaim bahwa ajarannya
berasal dari seorang “bijak” berasal dari benua Lemuria di India,
Atlantis ini lebih dikenal dengan nama benuanya, yaitu Lemuria. Di dalam
kebudayaan Lemuria, spiritualitasnya didasari oleh sifat feminin, atau
mereka lebih memuja para dewi sebagai simbol energi feminin, ketimbang
memuja para dewa sebagai simbol energi maskulin.
Hal ini cocok dengan spiritulitas di
Indonesia yang pada dasarnya memuja dewi atau energi feminin, seperti
Dwi Sri dan Nyi Roro Kidul (di Jawa) atau Bunda Kanduang (di Sumatera
Barat, Bunda Kanduang dianggap sebagai simbol dari nilai-nilai moral dan
Ketuhanan). Bahkan di Aceh pada masa lalu yang dikenal sebagai Serambi
Mekkah pernah dipimpin 4 kali oleh Sultana (raja perempuan) sebelum
masuk pengaruh kebudayaan dari Arab Saudi yang sangat maskulin. Sebelum
itu di kerajaan Kalingga, di daerah Jawa Barat sekarang, pernah dipimpin
oleh Ratu Sima yang terkenal sangat bijak dan adil. Di dalam kebudayaan
lain, kita sangat jarang mendengar bahwa penguasa tertinggi (baik
spiritual atau politik adalah perempuan), kecuali di daerah yang
sekarang disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah masa Atlantis (Lemuria) ada 5 ras
yang berkuasa, yaitu: kulit kuning, merah, coklat, hitam, dan pucat.
Pada masa itu kebudayaan yang menonjol adalah kulit merah, jadi
kemungkinan besar kebudayaan Indian/Aztec/Maya juga berasal dari
Atlantis. Tetapi, kemudian kebudayaan itu terkebelakang dan selanjutnya
kebudayaan kulit hitam/coklat di India yang mulai menguasai dunia.
Inilah kemungkinan besar jaman kejayaan yang kemudian dikenal menjadi
Epos Ramayana (7000 tahun lalu) dan Epos Mahabarata (5000 tahun lalu).
Tetapi, kemudian kebudayaan ini pun hancur setelah terjadi perang
Baratayuda yang amat dahsyat itu, kemungkinan perang itu menggunakan
teknologi laser dan nuklir (sisa radiasi nuklir di daerah yang diduga
sebagai padang Kurusetra sampai saat ini masih bisa dideteksi cukup
kuat).
Selanjutnya, kebudayaan itu mulai
menyebar ke mesir, mesopotamia (timur tengah), cina, hingga ke masa
sekarang. Kemungkinan besar setelah perang Baratayuda yang
meluluhlantakkan peradaban di dunia waktu itu, ilmu pengetahuan dan
teknologi (baik spiritual maupun material) tak lagi disebarkan secara
luas, tetapi tersimpan hanya pada sebagian kecil kelompok esoteris yang
ada di Mesir, India Selatan, Tibet, Cina, Indonesia (khususnya Jawa) dan
Yahudi. Ilmu Rahasia ini sering disebut sebagai “Alkimia”, yaitu ilmu
yang bisa mengubah tembaga menjadi emas (ini hanyalah simbol yang hendak
mengungkapkan betapa berharganya ilmu ini, namun juga sangat berbahaya
jika manusia tidak mengimbanginya dengan kebijakan spiritual)
Kelompok-kelompok Esoteris ini mulai
menyadari bahwa mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tanpa
mengembangkan kebajikan spiritual, akan sangat berbahaya bagi peradaban
dunia. Itulah sebabnya kelompok-kelompok Esoteris ini memulai kerjanya
dengan mengembangkan ilmu spiritual seperti tantra, yoga, dan meditasi
(tentu saja dengan berbagai versi) untuk meningkatkan Kesadaran dan
menumbuhkan Kasih dalam diri manusia. Ajaran-ajaran spiritual inilah
yang kemudian menjadi dasar dari berbagai agama di dunia. Sedangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi disimpan dahulu dan hanya diajarkan kepada
orang-orang yang dianggap telah mampu mengembangkan Kesadaran dan Kasih
dalam dirinya.
Tetapi, manusia memang mahluk paling
ironik dari berbagai spesies yang ada di bumi. Berabad kemudian, ilmu
spiritual ini justru berkembang menjadi agama formal yang bahkan menjadi
kekuatan politik. Agama justru berkembang menjadi pusat konflik dan
pertikaian di mana- mana. Sungguh ironik, ilmu yang tadinya dimaksudkan
untuk mencegah konflik, justru menjadi pusat konflik selama
berabad-abad. Tapi, itu bukan salah dari agama, tetapi para pengikut
ajaran agama itulah yang tidak siap untuk memasuki inti agama:
spiritualitas.
Pada masa abad pertengahan di Eropa, masa
Aufklarung dan Renaissance, kelompok-kelompok Esoteris ini mulai
bergerak lagi. Kali ini mereka mulai menggunakan media yang satunya lagi
— ilmu pengetahuan dan teknologi — untuk mengantisipasi perkembangan
agama yang sudah cenderung menjadi alat politis dan sumber konflik antar
bangsa dan peradaban. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang selama ini
disimpan mulai diajarkan secara lebih luas. Kita mengenal tokoh-tokoh
seperti Leonardo Da Vinci, Dante Alegheri, Copernicus, Galio Galilae,
Bruno, Leibniz, Honore de Balzac, Descartes, Charles Darwin bahkan
sampai ke Albert Einstein T.S. Elliot, dan Carl Gustave Jung adalah
tokoh-tokoh ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni modern yang
berhubungan — kalau tidak bisa dikatakan dididik — oleh
kelompok-kelompok Esoteris ini.
Tetapi, sejarah ironik kembali
berkembang, kebudayaan dunia saat ini menjadi sangat materialistis. Ilmu
pengetahuan dan teknologi yang seharusnya digunakan untuk “menyamankan”
kehidupan sehari-hari manusia, sehingga manusia punya lebih banyak
waktu untuk mengembangkan potensi spiritualitas di dalam dirinya, justru
menjadi sumber pertikaian dan alat politik. Konflik terjadi di
mana-mana. Ribuan senjata nuklir yang kekuatannya 1000 kali lebih kuat
dari bom yang dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945, kini
ada di bumi, dan dalam hitungan detik siap meluluhlantakkan spesies di
bumi.
Belum lagi eksploitasi secara membabi
buta terhadap alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan pemanasan
global di mana-mana. Menurut para ahli, hutan di bumi saat ini dalam
jangka seratus tahun telah berkurang secara drastis tinggal 15%. Ini
punya dampak pada peningkatan efek rumah kaca yang menimbulkan pemanasan
global, diperkirakan kalau manusia tidak secara bijak bertindak
mengatasi kerusakan lingkungan ini, maka 30 sampai 50 tahun lagi,
sebagian besar kota-kota di dunia akan tenggelam, termasuk New York
City, Tokyo, Rio De Jenero, dan Jakarta. Dan sejarah tenggelamnya negeri
Atlantis akan terulang kembali.
Jaman ini adalah jaman penentuan bagi
kebudayaan “Lemuria” atau “Atlantis” yang ada di bumi. Pada saat ini dua
akar konflik, yaitu “agama” dan “materialisme” telah bersekutu dan
saling memanfaatkan satu sama lain serta menyebarkan konflik di muka
bumi. Agama menjadi cenderung dogmatik, formalistik, fanatik, dan
anti-human persis seperti perkembangan agama di Eropa dan timur tengah
sebelum masa Aufklarung. Esensi agama, yaitu spiritualitas yang
bertujuan untuk mengembangkan Kesadaran dan Kasih dalam diri manusia,
malah dihujat sebagai ajaran sesat, bid’ah, syirik, dll. Agama justru
bersekutu kembali dengan pusat-pusat kekuasaan politik, terbukti pada
saat ini begitu banyak “partai-partai agama” yang berkuasa di berbagai
negara, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di sisi lain
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan pada paham
materialisme juga sudah terlanjur menguasai dunia. Persekutuan antara
kaum agama dan materialisme, atau “agama-materialistik” ini mulai
menggejala di mana-mana, berwujud dalam bentuk-bentuk teror yang
mengancam dunia.
Sudah saatnya, para spiritualis di
“Lemuria” mulai bersatu kembali. Segala pertikaian remeh temeh tentang
materialisme-spiritualistik atau spiritualisme-materialistik harus
diselesaikan sekarang. Tugas yang sangat penting tengah menanti, bukan
tugas prophetik, tetapi tugas yang benar-benar menyangkut
keberlangsungan eksisteksi seluruh spesies di “Lemuria”, di bumi yang
amat indah ini. Tugas ini tidak bisa dikerjakan oleh satu dua orang
Buddha atau Nabi atau Wali atau Resi atau Avatar seperti pada masa lalu.
Tetapi, seluruh “manusia-biasa” juga harus terlibat di dalam tugas ini.
Jika hipotesis Prof. Santos memang benar,
bahwa Atlantis pada masa lalu itu berada di Indonesia, maka hal itu
berarti kita yang tinggal di sini punya tugas (karma) yang penting. Ini
bukan suatu kebetulan. Kita yang tinggal di Indonesia harus bangkit
kembali, bangkit Kesadarannya, bangkit Kasihnya, bangkit Sains dan
Teknologinya untuk mengubah jalannya sejarah Lemuria yang selama ini
sudah salah arah. Kejayaan masa lalu bukan hanya untuk dikenang, atau
dibanggakan, tetapi harus menjadi “energi-penggerak” kita untuk
mengambil tanggung jawab dan tugas demi kejayaan Indonesia dan
keberlanjutan peradaban Lemuria beserta seluruh spesies yang ada di bumi
ini. Seperti kata Bapak Anand Krishna, dalam bukunya yang bertajuk
Indonesia Jaya, “Masa depanmu jauh lebih indah dan jaya daripada masa
lalumu, wahai putra-putri Indonesia!”
Indonesia Bangkit! Lemuria Jaya!
sumber..???
BalasHapus