Kamis, 15 Maret 2012

Jan Pieterszoon Coen Penuh Dengan Kontroversi




Hoorn, kota kecil di Belanda utara menyimpan segudang warisan salah seorang putra mereka, Jan Pieterszoon Coen, gubernur jenderal kompeni dagang Belanda VOC, yang terkenal kejam. Di kota ini juga kita jumpai patung JP Coen yang oleh sekelompok warga Hoorn dianggap tidak pantas, karena ia juga membantai penduduk Banda di Maluku. Mengapa seorang pembantai diberi kehormatan. Mereka mengusulkan digusur saja.

DPRD kota Hoorn memutuskan mempertahankan patung ini dengan informasi lengkap tetang siapa JP Coen. Westfries Museum, museum sejarah lokal di Hoorn menanggapi permintaan informasi sejarah latar belakang Coen, putra tersohor mereka.

Ad Geerdink, direktur museum ini menjelaskan isi dan tujuan pameran serta penerbitan majalah lux atau glossy dengan judul COEN. Pada pameran itu juga diselenggarakan semacam pengadilan yang akan memvonis pantas tidaknya JP Coen diberi patung kehormatan.

Para pengunjung mendapat informasi pro dan kontra. Sebagai juri mereka boleh memvonis kelayakan Coen sebagai pahlawan.

“Memang ada perbedaan citra JP Coen di mata orang Belanda, sebelum dan sesudah Perang Dunia Kedua. Dalam periode sejarah kolonial, orang Belanda menganggap jajahannya di Nusantara penting. Yang dianggap arsitek penjajahan ini adalah JP Coen. Mei 1940, Ratu Belanda yang berada di pengasingan di London, mengutip semboyan Coen: 'dispereert niet', janganlah putus asa. Saat itu Belanda diduduki Nazi Jerman, dan Ratu Wilhelmina berpidato lewat Radio Oranje, memberi semangat kepada rakyatnya,” demikian Ad Geerdink.


Jadi Coen merupakan panutan di Belanda sebelum Indonesia merdeka, dia dianggap sebagai pahlawan yang gigih. Tapi jaman berubah. Sekarang setelah berpisah dari Indonesia, Belanda juga berubah sikap terhadap Coen. Bahkan ada warga kota Hoorn yang menganggap ia pembunuh massal di Banda.

Tanda-tanda zaman

Pakar sejarah VOC di Universitas Indonesia Liliek Suratminto berpendapat sikap kita terhadap Coen tergantung dari kacamata mana yang dipilih. “Kita menganggap Coen kejam tapi siapa yang tidak kejam pada saat itu? Para sultan di Nusantara kejam juga. Memang Coen dipuja-puja sebagai pendiri kota Batavia, kota bergaya Eropa yang dijuluki “mutiara dari Timur”.

Namun Coen juga ditakuti oleh orang Belanda. Di mana makamnya? Waktu itu, orang dimakamkan di dalam gereja. Coen tadinya dimakamkan jauh dari tempat khotbah di gereja protestan Batavia. Tempat yang paling mahal adalah makam di dekat pendeta berkhotbah. “Kehormatan ini tidak diberikan kepada Jan Pieterszoon Coen,” demikian Liliek Suratminto yang menelusuri letak makam JP Coen di Jakarta.

Publik Belanda sekarang kurang tahu pengaruh Coen dalam masyarakat Belanda. Itulah sebabnya terbit majalah glossy COEN yang menyorot sisi lain kehidupan gubernur jenderal ini, misalnya pernikahannya yang tidak bahagia, sikap keras terhadap keluarganya, ia menyiksa puteri angkatnya yang kepergok selingkuh, dan berbagai karya seni yang diciptakan sekitar JP Coen.

“Di Belanda ada terowongan yang diberi nama Coentunel, tapi mana ada pengendara mobil Belanda yang tahu nama ini berasal dari JP Coen sebagai kehormatan,”demikian Ad Geerdink.

Sikap terhadap sejarah memang berkaitan dengan tanda-tanda jaman. “Yang penting di mana kita memusatkan perhatian pada sejarah VOC. Kekayaan yang melimpah yang membawa jaman keemasan Belanda pada abad ke 17 atau kekerasan untuk mengeruk kekayaan ini,” demikian Ad Geerdink direktur Westfries Museum di Hoorn.

Masa silam hubungan Belanda-Indonesia tetap kontroversial, diskusi tanpa akhir. “Sebaiknya diskusi jangan dihentikan. Patung Coen di Hoorn sebaiknya dipertahankan saja, bukan sebagai kehormatan tetapi untuk mengundang diskusi,” demikian Ad Geerdink.

“Aneh juga, hubungan Belanda-Indonesia menjadi emosional gara-gara sosok semacam JP Coen. Memang sebagai gubernur jenderal VOC ia terkesan tamak, namun di sisi lain ia mendirikan Batavia, kota multikultural. Di Indonesia ingatan sejarah tentang JP Coen hanya berkisar pada kekejamannya. Sebaiknya para sejarawan jangan memihak, namun menilai berdasarkan semua fakta sejarah,” demikian pakar sejarah VOC Liliek Suratminto.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer