Kehidupan para ‘samurai nuklir’ — demikian mereka dikenal pabrik, jauh dari nyaman. Mereka tidur di mana pun mereka menemukan tempat kosong — di ruang rapat, koridor, bahkan di tangga — di atas tikar bertimbal antiradiasi, dengan selembar selimut, tanpa bantal.
Setiap hari mereka hanya makan dua kali — 30 biskuit dan jus sayuran untuk sarapan, dan makanan kaleng untuk makan malam. Tidak ada cukup air untuk mandi, para pekerja harus menggunakan tisu basah untuk membersihkan diri.
Inilah kondisi hidup para pekerja di dalam PLTN Fukushima yang lumpuh. Mereka yang rela hidup di tengah radiasi tingkat tinggi demi menyelamatkan Jepang, diakui sebagai pahlawan. Tak hanya oleh masyarakat Jepang, juga oleh dunia. Namun, hingga kini, hanya sedikit informasi yang diketahui soal rutinitas para pekerja.
Selasa lalu, inspektur keselamatan, Kazuma Yokota, yang sempat tinggal lima hari di dalam PLTN, kepada CNN, menceritakan penderitaan 400 pekerja yang tinggal di sebuah gedung yang berjarak sekitar 1 kilometer dari reaktor nomor 1. Padahal, pemerintah Jepang telah memerintahkan evakuasi terhadap siapapun yang tinggal dalam radius 20 kilometer dari reaktor.
“Para pekerja nampak lelah,” kata Yokota, seperti dimuat CNN, 29 Maret 2011. Mereka sedang berusaha keras menghubungkan kabel-kabel elektrik, memperbaiki panel instrumen, dan memompa ke luar air radioaktif.
Para pekerja bekerja bergantian, tiga hari di dalam PLTN. Pekerjaan dimulai pukul 08.00 dan berakhir 12 jam kemudian.
Mereka bekerja dengan beban tragedi masing-masing akibat gempa dan tsunami 11 Maret 2011 lalu. “Orang tuaku tersapu gelombang tsunami, sampai sekarang aku tak tahu keberadaan mereka,” kata salah seorang pekerja dalam sebuah surat elektronik yang diverifikasi otentik oleh Tokyo Electric Power Co, yang mengelola PLTN Fukushima.
Tapi, tambah dia, menangis tidak ada gunanya. “Kalaupun mereka masuk neraka, apa yang bisa kita lakukan adalah berusaha memasukkan ke surga,” katanya.
Meski bekerja dalam kondisi sulit, para pekerja di dalam PLTN Fukushima adalah orang-orang yang memenuhi persyaratan yang dituntut untuk pekerjaan berisiko tinggi seperti ini. Tak ada yang jatuh semangatnya, mereka tak menunjukkan tanda-tanda menyerah.
Pujian pada para pekerja sebelumnya diungkapkan Sekretaris Kabinet, Yukio Edano. “Para pekerja mempertaruhkan nyawa di bawah kondisi berbahaya dan keras. Bagi saya, mereka sangat terhormat.”
Sampai saat itu, mereka akan terus bertindak pahlawan yang namanya tak dikenal. Identitas mereka sengaja ditutup. Namun, mereka adalah satu-satunya harapan Jepang untuk mencegah bencana nuklir yang lebih dahsyat.
Sumber : http://seputarlintasdunia.blogdetik.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar